Kamis, 19 Juni 2014

Budaya di Barabai,Kalimantan Selatan

Beragam Budaya Warga Murakata

1. Handil Maulud
Tradisi handil maulud kita jumpai hanya di tanah Banjar dan sekitarnya. Bagi yang sudah melalang buana ke Jawa, Sulawesi atau Malaysia, tradisi handil jarang ditemui. Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Tradisi handil, terutama handil maulud umumnya dilaksanakan malam Jum'at, setelah shalat Isya, dengan mengambil tempat bergiliran di rumah-rumah anggota handil. Satu Handil biasanya melingkupi satu kawasan langgar/mesjid atau satu kawasan terdiri dari 1-2 RT.
Pertemuan handil biasanya diiisi dengan kegiatan ceramah, pembacaan surah Yasin, atau tahlilan. Kegiatan lainnya adalah menabung, yang tabungannya dibagikan menjelang bulan Maulud tiba, sebagai bekal untuk menyelenggarakan peringatan maulud di masing-masing rumah. Di Bulan Maulud (Rabiul Awal), Handil Maulud inilah yang menyelenggarakan dan mengorganisasikan kegiatan Maulud. Mereka saling mengundang pada saat tiba jadwal. Tak jarang mereka kesulitan mencari kelompok yang bisa diundang, karena "saling tatumpang" jadwal maulud.
2. Aruh Adat
Setiap usai panen raya, masyarakat adat atau yang lebih dikenal warga dayak Pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Provinsi Kalsel, mengadakan aruh adat (ritual syukuran hasil panen). Aruh adat yang biasa dilaksanakan di balai adat ini, setiap warga ramai bergotong royong mempersiapkannya. Acaranya juga berlangsung lama. Jika aruh ganal usai panen raya, waktuya bisa sampai 12 hari. Banyak rangkaian ritual hingga hiburan yang digelar selama pesta ada tersebut usai. 
Ritual yang digelar, yakni mulai bawanang (syukuran hasil padi), balian (ritual ucapan rasa syukur diselingi musik gendang), hingga acara batandik (tarian khas dayak). Diungkapakan slah satu tokoh warga dayak setempat, Untan, acara seperti ini memang dilaksanakan setiap usai panen raya. Ritual ini merupakan bentuk ibadat kaharingan yang mereka anut. Semua rangkaian ritual ini dipimpin oleh para tokoh adat atau para sesepuh yang didaulat sebagai kepala adat. Mereka inilah yang memimpin setiap ritual. Dan puncaknya akan dilakukan penyembelihan hewan ternak, mualai ayam, kambing, dan babi yang akan disantap bersama-sana. Selain itu, juga disiapkan aneka kue dan makanan lamang (ketan yang dimasak dalam batang bambu).
Aruh adat ini selain ungkapan rasa syukur kepada sag pencipta, juga menjadi sarana silaturahmi sesama penganut kaharingan yang tersebar di beberapa balai adat. Setiap balai yang mengadakan aruh, pasti mengundang balai lain yang tersebar di beberapa wilayah di Kalsel.
3. Tantayungan
Nama seni tradisional tantayungan masih asing terdengar. Hasil inventarisir kesenian khas yang dimiliki Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), seni yang satu ini ternyata memang sudah benar-benar tergerus dalam peradaban zaman. Bahkan hampir tak pernah ditampilkan lagi.
Tempo dulu, pertunjukan tantayungan kerap ditampilkan dalam setiap acara. Seperti resepsi perkawinan, penyambutan tamu, maupun panggung hiburan rakyat. Bentuk seni tradisonal ini berupa tarian yang dilangkapi dengan senjata khas tombak Kalimantan. Tarian ini mempresentasikan kisah dalam tokoh pewayangan. Sehingga tarian ini terkesan hidup lantaran diselingi dengan dialog kelompok penari. Tarian ini sendiri diiringi dengan musik karawitan melalui instrument babun, gong, sarunai, dan kurung-kurung. Paduan karawitan ini sangat harmoni dengan kelompok tari yang diperankan.
Seni Tantayungan, awalnya kerap ditampilkan di sebuah desa, yakni Desa Ayuang Kecamatan Barabai. Lalu dikembangkan di Desa Mu’ui Kecamatan Haruyan oleh salah satu damang bernama Amat. 
4. Bahadring
Salah satu proses pelaksanaan acara pesta perkawinan dalam budaya masyarakat Hulu Sungai Tengah khususnya Barabai adalah bahadring. Yaitu, rapat masyarakat sekitar rumah mempelai dalam rangka pelaksanaan acara pesta perkawinan.
Rapat ini dilaksanakan di rumah keluarga mempelai dengan agenda rapat membahas persoalan kelancaran pesta perkawinan. Biasanya pada akhir rapat ditutup dengan do’a dan dilanjutkan dengan acara makan-makan yang disediakan oleh keluarga mempelai pengantin. Biasanya dalam bahadring ditentukan atau dicatat nama–nama yang bertugas sebagai penerima tamu, pencuci piring, tukang suguhi makanan, tukang buat kobokan dan air minum, tukang masak nasi dan lauk pauk hidangan pesta, tukang jaga parkir, tukang cari band untuk hiburan, dan tukang ambil kembali piring-piring atau gelas kotor yang telah dipergunakan para undangan pesta dan lain-lain.
Bagi yang tidak tercatat namanya karena tidak hadir saat bahadring dapat bergabung pada salah satu tugas tersebut saat pelaksanaan acara nanti. Kemudian juga di bahas tentang hari pelaksanaan gotong royong pembuatan dan pemasangan umbul-umbul pesta, pembuatan panggung hiburan, pembuatan tenda-tenda tempat makan para undangan dan lain-lain.
Pada kesempatan itu masyarakat juga mengadakan sumbangan uang sukarela untuk membantu penyelenggaraan pesta biasanya dipergunakan untuk membuat hiburan dengan mengundang para seniman lokal. Itulah beberapa hal yang harus ditentukan sebelum acara gotong royong penyelenggaraan pesta perkawinan dilaksanakan. Setelah pesta perkawinan selesai maka masyarakat kembali bergotong royong merapikan atau mengembalikan peralatan pesta perkawinan. Diantaranya, mencabut umbul-umbul pesta, melepas tenda-tenda tempat hidangan makan, menyusun kursi dan meja untuk dikembalikan ke pemiliknya, meruntuh kembali panggung tempat hiburan dan lain-lain. Malamnya setelah usai pesta perkawuinan biasanya setelah sholat magrib, masyarakat kembali di undang oleh keluarga mempelai untuk datang ke rumahnya dalam rangka pengucapan terima kasih atas semua bantuan masyarakat yang telah mensukseskan pesta perkawinan. Kemudian acara tersebut ditutup dengan do’a dan dilanjutkan dengan acara makan-makan yang telah disediakan keluarga mempelai pengantin.
Budaya bahadring sudah menjadi turun temurun dilakukan masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Ini merupakan salah satu cerminan positif masyarakat yang suka bergotong royong dalam melaksanakan hajat anggotanya. Dan, budaya bahadring ini perlu dilestarikan hingga terus dari generasi ke generasi dalam rangka mempererat hubungan silaturrahmi per individu dalam masyarakat setempat.
5. Batumbang Anak
Salah satu tradisi pada Hari Raya baik Iedul Fitri dan Iedul Adha di desa pajukungan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) adalah batumbang anak. Acara ini biasanya digelar di Mesjid Al- Munawwarah Desa Pajukungan. Tradisi Batumbang merupakan tradisi turun temurun ratusan tahun yang lalu di desa Pajukungan ini.
Dengan batumbang diharapan anak akan cepat bisa berjalan nantinya, prosesinya pun cukup sederhana anak digendong oleh petugas mesjid kemudian dijalankan untuk meniti anak tangga mimbar khatib sambil diiringi dengan salawat kepada nabi. Setelah itu warga yang sudah berkumpul di dalam mesjid bersiap-siap untuk berebut uang receh yang sudah disediakan juga diiringi dengan salawat uang receh pun dihamburkan. acara terakhir pembacaan doa selamat oleh petugas mesjid kue yang disajikan adalah kue khas barabai yaitu kue apam.
Tidak hanya penduduk lokal saja warga dari luar kota juga mengikuti tradisi batumbang anak dengan harapan dan doa agar anak nya bisa cepat berjalan disamping dan menjadi anak yang shaleh serta berbakti kepada orang tuanya. Menurut cerita dari warga setempat mimbar ini ada sejak mesjid ini didirikan seabad yang lalu hingga sekarang mimbar ini masih terawat dan terlihat baik serta kokoh ditambah lagi mimbar yang terbuat dari kayu ulin ini dihiasi ukiran kaligrafi arab menambah ke khasan mimbar pada zaman bahari.
Adanya tradisi turun menurun ini juga dapat memperkenalkan mesjid dan syiar islam kepada anak-anak agar nantinya mereka akan menyukuri dan menikmati berkah ramadhan dan iedul fitri di masa akan datang. Mesjid al munawarah merupakan salah satu mesjid yang sering di datangi oleh warga luar kota bahkan pejabat negara selain mesjid keramat yang ada di desa palajau kecamatan pandawan. 
6. Bausung Ginggang
Dengan berbalut pakaian khas Banjar, sepasang mempelai pengantin tampak anggun dan megah berjalan beiringan keluar dari rumah. Tidak jauh dari sana rombongan penari yang berdiri di depan pintu lalu datang menghampiri. Tidak berapa lama kedua mempelai langsung dijemput sang penari. Masing-masing pengantin kemudian langsung dinaikan ke atas pundak salah satu penari. Dengan cara di usung (dipikul) kedua mempelai lalu diarak sambil diiringi tetabuhan gamelan Banjar dan sejumlah penari yang sejak tadi siap menggiring mereka. Keduanya lalu diusung berjalan menuju rumah sang mempelai pria.
Upacara penyambutan kedatangan sang mempelai pun terasa unik dengan disambut dengan kuda gipang raden perbaya lalu kedua  mempelai  juga  dimberi  pantun nasehat oleh seorang dayang. Setelah puas diarak, kedua raja sehari itu kemudian disambut keluarga mempelai pria. Kemudian kduanya lalu disandingkan di pelaminan. Itulah sekilas pelaksanaan resepsi perkawinan salah satu warga di Haruyan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Resepsi tersebut diberi nama pengantin (penganten bausung/ bausung  ginggung /baunggsung) yang jadi tradisi khusus warga Pahuluan pada resepsi pernikahan. Di beberapa kabupaten di Kalimantan Selatan tradisi mengusung pengantin sudah menjadi bagian prosesi perkawinan yang masih bertahan hingga saat ini. Tradisi turun temurun tersebut terus dikembangkan masyarakat Pahuluan khususnya warga Hulu Sungai Tengah. Hampir disetiap acara pernikahan Bausung Ginggung jadi agenda utama resepsi perkawinan. Tokoh masyarakat Haruyan, Masdulhak mengatakan pelaksanaan  baungsung ini sudah menjadi tradisi yang dilaksanakan sejak lama dan tetap dilaksanakan sampai kapanpun. "Tujuannya jelas  agar  para  generasi muda lebih  mengenal  kebudayaan daerah," kata Masdulhak. Dulhak mengaku tidak tahu, sejak kapan upacara tersebut mulai dilaksanakan. Yang jelas, ini sudah menjadi tradisi dan berlangsung turun-temurun. "Bausung ginggang ini ibaratnya seperti tolak balak. Kalau tidak melakukan, biasanya pasangan pengantin akan banyak godaan dan rintangan," sebut Dulhak.
Dalam Bausung Gingang ini diakhiri dengan dipertemukan pasangan pengantin. Keduanya, diminta untuk bersalaman dan berjalan beriringan sambil didoakan oleh tokoh kampung. Semua itu, mirip dengan prosesi ijab dan kabul dalam sebuah pernikahan. "Tapi tradisi ini bukan ijab dan kabul, ini hanya upacara tradisi saja," terang Dulhak. Ditambahkan saat pelaksanaan pengungsungan beberapa orang yang menjadi penggiring mempelai biasanya ada yang kesurupan. Diterangkan Dulhak mereka dimasuki oleh roh halus yang tentunya  tidak bisa dilihat oleh orang-orang awam dan itu  terjadi hanya  pada orang-orang yang ada garis keturunan atau tutus sang pengantin.
 
 
Sumber :http://arrandhy.blogspot.com/2012/03/beragam-budaya-warga-murakata.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar