Beragam Budaya Warga Murakata
Tradisi handil maulud kita jumpai hanya
di tanah Banjar dan sekitarnya. Bagi yang sudah melalang buana ke Jawa,
Sulawesi atau Malaysia, tradisi handil jarang ditemui. Di Kabupaten Hulu
Sungai Tengah, Tradisi handil, terutama handil maulud umumnya
dilaksanakan malam Jum'at, setelah shalat Isya, dengan mengambil tempat
bergiliran di rumah-rumah anggota handil. Satu Handil biasanya
melingkupi satu kawasan langgar/mesjid atau satu kawasan terdiri dari
1-2 RT.
Pertemuan handil biasanya diiisi dengan
kegiatan ceramah, pembacaan surah Yasin, atau tahlilan. Kegiatan lainnya
adalah menabung, yang tabungannya dibagikan menjelang bulan Maulud
tiba, sebagai bekal untuk menyelenggarakan peringatan maulud di
masing-masing rumah. Di Bulan Maulud (Rabiul Awal), Handil Maulud inilah
yang menyelenggarakan dan mengorganisasikan kegiatan Maulud. Mereka
saling mengundang pada saat tiba jadwal. Tak jarang mereka kesulitan
mencari kelompok yang bisa diundang, karena "saling tatumpang" jadwal
maulud.
2. Aruh Adat
Setiap usai panen raya, masyarakat adat
atau yang lebih dikenal warga dayak Pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu
Sungai Tengah (HST), Provinsi Kalsel, mengadakan aruh adat (ritual
syukuran hasil panen). Aruh adat yang biasa dilaksanakan di balai adat
ini, setiap warga ramai bergotong royong mempersiapkannya. Acaranya juga
berlangsung lama. Jika aruh ganal usai panen raya, waktuya bisa sampai
12 hari. Banyak rangkaian ritual hingga hiburan yang digelar selama
pesta ada tersebut usai.
Ritual yang digelar, yakni mulai
bawanang (syukuran hasil padi), balian (ritual ucapan rasa syukur
diselingi musik gendang), hingga acara batandik (tarian khas dayak).
Diungkapakan slah satu tokoh warga dayak setempat, Untan, acara seperti
ini memang dilaksanakan setiap usai panen raya. Ritual ini merupakan
bentuk ibadat kaharingan yang mereka anut. Semua rangkaian ritual ini
dipimpin oleh para tokoh adat atau para sesepuh yang didaulat sebagai
kepala adat. Mereka inilah yang memimpin setiap ritual. Dan puncaknya
akan dilakukan penyembelihan hewan ternak, mualai ayam, kambing, dan
babi yang akan disantap bersama-sana. Selain itu, juga disiapkan aneka
kue dan makanan lamang (ketan yang dimasak dalam batang bambu).
Aruh adat ini selain ungkapan rasa
syukur kepada sag pencipta, juga menjadi sarana silaturahmi sesama
penganut kaharingan yang tersebar di beberapa balai adat. Setiap balai
yang mengadakan aruh, pasti mengundang balai lain yang tersebar di
beberapa wilayah di Kalsel.
3. Tantayungan
Nama seni tradisional tantayungan masih
asing terdengar. Hasil inventarisir kesenian khas yang dimiliki
Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), seni yang satu ini ternyata memang
sudah benar-benar tergerus dalam peradaban zaman. Bahkan hampir tak
pernah ditampilkan lagi.
Tempo dulu, pertunjukan tantayungan
kerap ditampilkan dalam setiap acara. Seperti resepsi perkawinan,
penyambutan tamu, maupun panggung hiburan rakyat. Bentuk seni tradisonal
ini berupa tarian yang dilangkapi dengan senjata khas tombak
Kalimantan. Tarian ini mempresentasikan kisah dalam tokoh pewayangan.
Sehingga tarian ini terkesan hidup lantaran diselingi dengan dialog
kelompok penari. Tarian ini sendiri diiringi dengan musik karawitan
melalui instrument babun, gong, sarunai, dan kurung-kurung. Paduan
karawitan ini sangat harmoni dengan kelompok tari yang diperankan.
Seni Tantayungan, awalnya kerap
ditampilkan di sebuah desa, yakni Desa Ayuang Kecamatan Barabai. Lalu
dikembangkan di Desa Mu’ui Kecamatan Haruyan oleh salah satu damang
bernama Amat.
4. Bahadring
Salah satu proses pelaksanaan acara
pesta perkawinan dalam budaya masyarakat Hulu Sungai Tengah khususnya
Barabai adalah bahadring. Yaitu, rapat masyarakat sekitar rumah mempelai
dalam rangka pelaksanaan acara pesta perkawinan.
Rapat ini dilaksanakan di rumah keluarga
mempelai dengan agenda rapat membahas persoalan kelancaran pesta
perkawinan. Biasanya pada akhir rapat ditutup dengan do’a dan
dilanjutkan dengan acara makan-makan yang disediakan oleh keluarga
mempelai pengantin. Biasanya dalam bahadring ditentukan atau dicatat
nama–nama yang bertugas sebagai penerima tamu, pencuci piring, tukang
suguhi makanan, tukang buat kobokan dan air minum, tukang masak nasi dan
lauk pauk hidangan pesta, tukang jaga parkir, tukang cari band untuk
hiburan, dan tukang ambil kembali piring-piring atau gelas kotor yang
telah dipergunakan para undangan pesta dan lain-lain.
Bagi yang tidak tercatat namanya karena
tidak hadir saat bahadring dapat bergabung pada salah satu tugas
tersebut saat pelaksanaan acara nanti. Kemudian juga di bahas tentang
hari pelaksanaan gotong royong pembuatan dan pemasangan umbul-umbul
pesta, pembuatan panggung hiburan, pembuatan tenda-tenda tempat makan
para undangan dan lain-lain.
Pada kesempatan itu masyarakat juga
mengadakan sumbangan uang sukarela untuk membantu penyelenggaraan pesta
biasanya dipergunakan untuk membuat hiburan dengan mengundang para
seniman lokal. Itulah beberapa hal yang harus ditentukan sebelum acara
gotong royong penyelenggaraan pesta perkawinan dilaksanakan. Setelah
pesta perkawinan selesai maka masyarakat kembali bergotong royong
merapikan atau mengembalikan peralatan pesta perkawinan. Diantaranya,
mencabut umbul-umbul pesta, melepas tenda-tenda tempat hidangan makan,
menyusun kursi dan meja untuk dikembalikan ke pemiliknya, meruntuh
kembali panggung tempat hiburan dan lain-lain. Malamnya setelah usai
pesta perkawuinan biasanya setelah sholat magrib, masyarakat kembali di
undang oleh keluarga mempelai untuk datang ke rumahnya dalam rangka
pengucapan terima kasih atas semua bantuan masyarakat yang telah
mensukseskan pesta perkawinan. Kemudian acara tersebut ditutup dengan
do’a dan dilanjutkan dengan acara makan-makan yang telah disediakan
keluarga mempelai pengantin.
Budaya bahadring sudah menjadi turun
temurun dilakukan masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Ini merupakan
salah satu cerminan positif masyarakat yang suka bergotong royong dalam
melaksanakan hajat anggotanya. Dan, budaya bahadring ini perlu
dilestarikan hingga terus dari generasi ke generasi dalam rangka
mempererat hubungan silaturrahmi per individu dalam masyarakat setempat.
5. Batumbang Anak
Salah satu tradisi pada Hari Raya baik
Iedul Fitri dan Iedul Adha di desa pajukungan, Kabupaten Hulu Sungai
Tengah (HST) adalah batumbang anak. Acara ini biasanya digelar di Mesjid
Al- Munawwarah Desa Pajukungan. Tradisi Batumbang merupakan tradisi
turun temurun ratusan tahun yang lalu di desa Pajukungan ini.
Dengan batumbang diharapan anak akan
cepat bisa berjalan nantinya, prosesinya pun cukup sederhana anak
digendong oleh petugas mesjid kemudian dijalankan untuk meniti anak
tangga mimbar khatib sambil diiringi dengan salawat kepada nabi. Setelah
itu warga yang sudah berkumpul di dalam mesjid bersiap-siap untuk
berebut uang receh yang sudah disediakan juga diiringi dengan salawat
uang receh pun dihamburkan. acara terakhir pembacaan doa selamat oleh
petugas mesjid kue yang disajikan adalah kue khas barabai yaitu kue
apam.
Tidak hanya penduduk lokal saja warga
dari luar kota juga mengikuti tradisi batumbang anak dengan harapan dan
doa agar anak nya bisa cepat berjalan disamping dan menjadi anak yang
shaleh serta berbakti kepada orang tuanya. Menurut cerita dari warga
setempat mimbar ini ada sejak mesjid ini didirikan seabad yang lalu
hingga sekarang mimbar ini masih terawat dan terlihat baik serta kokoh
ditambah lagi mimbar yang terbuat dari kayu ulin ini dihiasi ukiran
kaligrafi arab menambah ke khasan mimbar pada zaman bahari.
Adanya tradisi turun menurun ini juga
dapat memperkenalkan mesjid dan syiar islam kepada anak-anak agar
nantinya mereka akan menyukuri dan menikmati berkah ramadhan dan iedul
fitri di masa akan datang. Mesjid al munawarah merupakan salah satu
mesjid yang sering di datangi oleh warga luar kota bahkan pejabat negara
selain mesjid keramat yang ada di desa palajau kecamatan pandawan.
6. Bausung Ginggang
Dengan berbalut pakaian khas Banjar,
sepasang mempelai pengantin tampak anggun dan megah berjalan beiringan
keluar dari rumah. Tidak jauh dari sana rombongan penari yang berdiri di
depan pintu lalu datang menghampiri. Tidak berapa lama kedua mempelai
langsung dijemput sang penari. Masing-masing pengantin kemudian langsung
dinaikan ke atas pundak salah satu penari. Dengan cara di usung
(dipikul) kedua mempelai lalu diarak sambil diiringi tetabuhan gamelan
Banjar dan sejumlah penari yang sejak tadi siap menggiring mereka.
Keduanya lalu diusung berjalan menuju rumah sang mempelai pria.
Upacara penyambutan kedatangan sang
mempelai pun terasa unik dengan disambut dengan kuda gipang raden
perbaya lalu kedua mempelai juga dimberi pantun nasehat oleh seorang
dayang. Setelah puas diarak, kedua raja sehari itu kemudian disambut
keluarga mempelai pria. Kemudian kduanya lalu disandingkan di pelaminan.
Itulah sekilas pelaksanaan resepsi perkawinan salah satu warga di
Haruyan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Resepsi tersebut diberi nama
pengantin (penganten bausung/ bausung ginggung /baunggsung) yang jadi
tradisi khusus warga Pahuluan pada resepsi pernikahan. Di beberapa
kabupaten di Kalimantan Selatan tradisi mengusung pengantin sudah
menjadi bagian prosesi perkawinan yang masih bertahan hingga saat ini.
Tradisi turun temurun tersebut terus dikembangkan masyarakat Pahuluan
khususnya warga Hulu Sungai Tengah. Hampir disetiap acara pernikahan
Bausung Ginggung jadi agenda utama resepsi perkawinan. Tokoh masyarakat
Haruyan, Masdulhak mengatakan pelaksanaan baungsung ini sudah menjadi
tradisi yang dilaksanakan sejak lama dan tetap dilaksanakan sampai
kapanpun. "Tujuannya jelas agar para generasi muda lebih mengenal
kebudayaan daerah," kata Masdulhak. Dulhak mengaku tidak tahu, sejak
kapan upacara tersebut mulai dilaksanakan. Yang jelas, ini sudah menjadi
tradisi dan berlangsung turun-temurun. "Bausung ginggang ini ibaratnya
seperti tolak balak. Kalau tidak melakukan, biasanya pasangan pengantin
akan banyak godaan dan rintangan," sebut Dulhak.
Dalam Bausung Gingang ini diakhiri
dengan dipertemukan pasangan pengantin. Keduanya, diminta untuk
bersalaman dan berjalan beriringan sambil didoakan oleh tokoh kampung.
Semua itu, mirip dengan prosesi ijab dan kabul dalam sebuah pernikahan.
"Tapi tradisi ini bukan ijab dan kabul, ini hanya upacara tradisi saja,"
terang Dulhak. Ditambahkan saat pelaksanaan pengungsungan beberapa
orang yang menjadi penggiring mempelai biasanya ada yang kesurupan.
Diterangkan Dulhak mereka dimasuki oleh roh halus yang tentunya tidak
bisa dilihat oleh orang-orang awam dan itu terjadi hanya pada
orang-orang yang ada garis keturunan atau tutus sang pengantin.
Sumber :http://arrandhy.blogspot.com/2012/03/beragam-budaya-warga-murakata.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar